KhutbahIdul Fitri 1439 H: Berita Bohong dan Hubungan Sosial Khutbah Idul Fitri 1438 H: Menjaga Spirit Ramadhan, Meraih Kemenangan Pribadi Menuju Kemenangan Umat Khutbah Idul Fitri 1438 H: Kekuatan Fitrah Bagi Penyelamatan Pribadi, Umat, Bangsa, dan Kemanusiaan Khutbah Idul Fitri 1438 H: Belajar dari Sejarah Perselisihan Ulama dan Umara [1] Khutbah Idul Fitri 1437 H: Agar Kemesraan Tak Segera
Cerpententang hari raya idul fitri pigura . Pada kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman saya bersama keluarga dalam melaksanakan shalat hari raya idul fitri. Ia dapat mengeratkan tali persaudaraan dan pada setiap tahun, . ÙĄÙ Ű°Ù Ű§ÙŰŰŹŰ© ÙĄÙ€Ù€ÙŁ ÙÙ. Dan idul adha, hari raya ini dilaksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah, yakni
Perayaan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 24 Mei 2020 dan menjadi hari besar bagi umat Islam.. Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama, Hari Raya Idul Fitri adalah puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa sendiri, yaitu manusia yang bertaqwa.
Cerpententang hari raya idul fitri pigura . Sesudah azan magrib, aku sholat magrib, lalu aku berbuka puasa sambil menonton televisi, waktu aku menonton televisi, ternyata ada sidang isbat yang akan . ÙĄÙ Ű°Ù Ű§ÙŰŰŹŰ© ÙĄÙ€Ù€ÙŁ ÙÙ. Nur dria · pelajaran 2 bm. Buat sebuah karangan deskriptif tentang hari raya idul adha yg pernah kita alami.
Akuterkagum dengan Fitri yang mengetahui segalanya. Yang sebegitunya mencintai negara Indonesia sampai hapal apapun yang pernah disampaikan oleh Pak Soekarno. Aku mengangguk seraya tersenyum dari jauh mendengar perkataan Fitri. Kelas masih riuh karena masih terngiang-ngiang perkataan Fitri mengenai negara Korea. "Apa? Kalian masih bela negara mereka?
ZBxLbEc. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Aku akan sampai di rumah kurang dari dua puluh empat jam," kata Ucok kepada mungkin sedang memasak lodeh untuk pasangan lontong medan kesukaannya. "Abang beneran mudik tahun ini? Tapi jangan bikin heboh macam dulu itu!" Lamria, adik perempuannya yang semakin menyebalkan, tidak mengerti apa yang dia coba katakan lima tahun lalu, dan dia pasti tidak akan mengerti. Panas hati membuat Ucok tak langsung masuk. Tiga batang rokok gagal membuat kepalanya dingin. Menunggu Amang keluar memberitahunya untuk masuk."Mungkin feeling orang tua itu sudah tak setajam dulu lagi." Dan dia terbatuk-batuk sampai dadanya opor ayam dan semur jengkol berikut daun ubi tumbuk adalah kenangan yang berkerak di dasar ingatannya. Dari jauh terdengar rombongan takbir keliling bocah menabuh beduk sambil menyerukan takbir. Bunyi-bunyian bertarung dengan ledakan mercon melayang tertiup angin, menabrak selaput timfani Ucok seperti gelombang tsunami."Paten juga usaha kau, dik, tetapi sekarang aku sudah sampai di sini. Mau apa kau, hah?" Ucok membanting pintu mobil. Di jendela ruang makan rumah keluarga, ada siluet lain duduk di meja. Tampaknya seorang laki-laki muda seukuran dia, tetapi rambutnya acak-acakan. Dia berpikir sejenak tentang membiarkan rambutnya tumbuh gondrong, tapi perhatiannya kembali ke bentuk tubuh yang duduk di sebelah Lamria. Adiknya itu tak punya kawan. Mana ada laki-laki yang tertarik sama cewek yang suka manjat pohon dan berkelahi dengan anak laki yang jauh lebih besar? Siapa pun cowok yang duduk di samping Lamria, pesta baru ini, dia pasti telah salah mendapatkan informasi tentang adiknya. Ucok mendengar seseorang berkata, "Biarkan saja jendelanya terbuka, dapur perlu sirkulasi udara." Itu terdengar seperti suara Inang, tetapi jika dia tahu Ucok ada di sana, dia akan keluar sambil memegang sepiring lontong opor lengkap dengan daging ayam dan semur jengkol atau sesuatu yang bodoh seperti menemukan sebiji timun suri di samping. Amang selalu menanam sendiri untuk dimakan di bulan Ramadan. Ini pasti disisakan untuknya. Buah itu dimasukkan ke dalam mobil, di kursi penumpang depan."Takkan kubagi dengan cowok si Lamria, Amang menyisakan ini untukku." Dia mencibir pada pantulan wajahnya di kaca spion. 1 2 Lihat Cerpen Selengkapnya
Cerpen Karangan Annisa Intan KKategori Cerpen Ramadhan Lolos moderasi pada 23 February 2014 Aku berumur 12 tahun. Hari ini adalah hari ketiga sebelum hari raya, tapi hari ini aku sedih, aku tidak boleh berpuasa karena, hari ini aku sedang sakit. Waktu aku bangun tidur pukul badanku panas, dan menggigil, rasanya aku lemas sekali. Setelah itu orangtuaku berkata, âIntan, sebaiknya kamu istirahat saja tidak usah puasa dulu nanti, puasanya diganti lain waktu!â. Meskipun aku sempat membantah ingin bepuasa tapi, aku sadar apabila tindakanku itu salah, lalu aku menuruti apa perintah orangtuaku karena, aku ingin cepat sembuh supaya aku bisa berpuasa lagi. Setelah pukul sarapan pagi, dan minum obat, meskipun rasanya tidak enak untuk ditelan, dan tidak enak karena, hanya aku yang tidak berpuasa. Waktu terus berjalan sedangkan, tidak ada pekerjaan yang bisa aku lakukan jadi, lebih baik aku membaca buku saja sambil mengisi waktuku yang kosong. Tidak lama setelah membaca buku, Ibuku berkata, âHari ini saudara sepupumu yang dari Semarang akan datang ke Surabaya, dan singgah di rumah nenekâ. Mbak Pipit ya, yang mau datang kesini, âkata adikku yang bernama Alsyaâ, ya mbak Pipit akan datang kesini, âkata ibukuâ. Pipit adalah nama saudara sepupuku yang akan datang ke Surabaya, aku, dan adikku sangat senang apabila saudara sepupuku akan datang ke Surabaya karena, dia adalah sepupuku yang paling dekat denganku, dan karena dia juga sebaya denganku. Setelah itu pukul saudara sepupuku sudah sampai di rumah nenek. Aku dan adikku senang sekali karena mereka sampai di rumah nenek dengan selamat. Keesokan harinya aku ikut berpuasa tapi, setelah makan sahur aku minum obat. Setelah pukul saudara sepupuku yang dari Semarang itu datang ke rumah ku, aku sangat senang sekali, dia datang bersama ibunya, dan kakaknya yaitu, âbudheku, dan kakak sepupukuâ, lalu aku, adikku, dan sepupuku itu bermain-main. Setelah maghrib kami semua sholat maghrib berjamaah, lalu buka puasa bersama, aku sangat senang sekali karena, jarang-jarang aku bisa buka puasa bersama-sama. Setelah berbuka puasa, aku mengajak saudaraku untuk sholat Tarawih di masjid dekat rumahku. Setelah selesai sholat, orangtuaku mengantarkan saudaraku untuk pulang ke rumah nenek. Keesokan harinya, aku bangun pukul untuk makan sahur bersama orangtuaku, sambil menonton televisi sejenak untuk hiburan. Acara televisi yang selalu aku lihat bersama orangtuaku waktu makan sahur adalah film âYuk Kita Sahurâ di RCTI, karena, acaranya sangat menghibur. Setelah itu aku membatu ibu untuk membersihkan rumah. Sesudah itu aku ingin menggambar, karena menggambar adalah salah satu kegiatan kesukaanku, setelah menggambar aku mewarnai gambaranku, waktu aku mewarnai gambaranku tiba-tiba gambaran langit aku dicoret sama adikku dengan warna hitam, lalu aku berkata, âkenapa alsysa langitnya kamu coret pakai warna hitamâ, biar langitnya mendung mbak, âkata adikkuâ, lalu aku berkata, âsudah mendingan gambarannya buat kamu sajaâ, ye⊠Terima kasih ya mbak, âkata adikkuâ. Sesudah azan magrib, aku sholat magrib, lalu aku berbuka puasa sambil menonton televisi, waktu aku menonton televisi, ternyata ada sidang isbat yang akan dimulai, setelah selesai sidang isbat ternyata, 1 Syawal 1434 H, jatuh pada hari Kamis, 08 Agustus 2013 besok. Waktu mendengar berita itu aku sangat senang sekali, kalau besok itu 1 Syawal 1434 H, apalagi Hari Raya Idul Fitri besok dirayakan serentak, pasti besok ramai sekali, malam ini saja di langit atas rumahku banyak kembang api berbunyi dan bertebaran, lalu aku menyiapkan pakaianku yang akan dipakai untuk sholat Idul Fitri besok. Hari ini aku bangun pukul untuk bersiap-siap untuk sholat Idul Fitri, tapi orangtuaku tidak bisa ikut sholat bersamaku jadi, aku sholat Idul Fitrinya bersama sepupuku, lalu aku diantarkan oleh ayahku ke rumah nenekku untuk sholat Idul Fitri bersamanya. Setelah sampai di rumah nenek ternyata, saudaraku sudah bersiap-siap untuk sholat Idul Fitri, lalu aku segera bargegas bersama saudaraku untuk sholat bersama di Gelora 10 November. Setelah sampai di Gelora 10 November, aku dan saudaraku segera mengambil tempat, dan bersiap-siap untuk sholat. Setelah sholat kami mendengarkan ceramah sejenak. Sesudah sholat dan mendengarkan ceramah aku diajak saudaraku untuk membeli sate ayam, untuk dimakan bersama di rumah. Setelah sampai di rumah ternyata, orangtuaku beserta adikku sudah sampai di rumah nenek, lalu aku beserta orangtuaku, dan saudara-saudara sepupuku semuanya sudah berkumpul dan saling bermaaf- maafan. Lalu aku minta maaf, dan sungkeman kepada kakek, nenek, dari ibuku, dan sungkeman kepada kedua orangtuaku, rasanya aku terharu, dan sedih sekali karena, aku sudah banyak dosa kepada kedua orangtuaku. Dan aku senang sekali karena, aku bisa bermaaf-maafan dengan orang-orang di sekelilingku dengan perasaan tulus dan ikhlas. Setelah itu giliran aku ke rumah kakek, dan nenekku yang dari ayahku. Setelah sampai disana saudara-saudara sepupuku juga sudah berkumpul disana, lalu aku, dan orangtuaku langsung sungkeman kepada kakek dan nenek, dan maaf-maafan kepada semuanya disana, aku senang sekali karena juga bisa bermaafan disini dengan tulus. Lalu orangtuaku berbincang-bincang bersama kakek dan nenek, sedangkan aku disuruh makan bersama, saudara-saudara sepupuku, lalu bermain-main. Setelah cukup lama bermain, adikku meminta untuk ke rumah nenek, dan kakek dari ibu, untuk bermain bersama mbak Pipit, saudara sepupuku. Lalu kami pergi ke rumah kakek, dan nenek dari ibu, disana banyak tetangga yang silatuhrahmi. Disana aku dan adikku juga bermain-main dengan saudara-saudara sepupuku. Tak terasa waktu sudah malam, lalu aku, adikku, dan orangtuaku pulang ke rumah. Keesokan harinya aku bangun pukul lalu, membantu ibu bersih-bersih rumah. Hari ini saudaraku sepupuku yang dari Semarang pulang ke rumahnya di Semarang, awalnya aku merasa kesepian, karena tidak ada dia. Tapi aku yakin, di lain waktu nanti dia akan kesini lagi, lagi pula aku kan bisa saling mengirim pesan dengannya. Setelah pukul ternyata ada tetangga di sekitar rumah yang bersilatuhrahmi, aku senang sekali karena, jarang-jarang ada tetangga yang bersilatuhrahmi di rumah. Setelah itu aku, kedua orangtuaku, dan adikku, beserta saudara sepupuku bersilatuhrahmi ke rumah saudara jauhku, yang sudah sangat akrab, dengan kakek, dan nenekku. Disana aku dan semuannya saling bermaafan, lalu aku bermain-main di taman dekat rumah saudaraku itu. Setelah dari rumah saudara jauhku, aku pergi ke rumah saudara sepupuku. Disana aku diajak untuk bermain sepeda. Setelah bermain sepeda aku diajak untuk bersilatuhrahmi ditetangga disekitar rumah sepupuku itu. Awalnya aku menolaknya tapi karena, dibujuknya dengan alasan meningkatkan tali silatuhrahmi akhirnya aku mau. Waktu aku berkunjung ke rumah tetangganya saudaraku itu, bersama saudaraku, ternyata tetangganya saudaraku itu mudah akrab ya denganku, aku senang sekali, karena bertambah banyak orang yang ada di sekelilingku, hanya karena silatuhrahmi. Oleh karena itu aku ingin sekali untuk menjaga tali silatuhrahmi dengan orang di selelilingku. Setelah selesai bermain di rumah saudaraku, aku pulang ke rumah. Karena aku sangat lelah aku langsung tertidur waktu sampai di rumah. Aku senang sekali karena, dengan Hari Raya Idul Fitri ini orang-orang di sekelilingku saling berkumpul bersama di suatu tempat, dan aku biasa saling meminta maaf, dengan tulus dan iklas, dengan perasaan yang penuh dengan rasa bersalah. Dan pada Hari Raya Idul Fitri ini aku bisa menambah banyak teman, dan menguatkan tali silatuhrahmi. Pada intinya, Hari Raya Idul Fitri kali ini, sangat mengesankan, dan menyenangkan untukku, dan semuannya. Cerpen Karangan Annisa Intan K Cerpen Hari Raya Idul Fitri Yang Mengesankan merupakan cerita pendek karangan Annisa Intan K, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " I Love You Mom Oleh Hilya âAku benci mama, aku benci mama!!â teriak Jenny kepada mamanya. Air matanya tak terbendungkan saat ia mengungkapkan isi hatinya. Bertahun-tahun memendam perasaannya, Jenny sudah tidak tahan lagi. Dia ingin Merenung Calon Walikota di Sepertiga Malam Oleh Benny Hakim Benardie Dua kali suara dentingan besi tiang listrik sayup-sayup terdengar di keheningan, saat dipukul oleh penjaga malam. Kokok ayam dan pekikan jangkrik pun sepi dilanda curahan hujan menghamtam atap seng Wajibkah Puasa? Oleh Cik Wa Sore yang cerah dihari pertama bulan ramadhan. Di sudut pusat kota tampak sebuah mushola sederhana dengan seorang ustazah muda dan cantik dikerumuni oleh anak anak yang sedang mengaji. Ustazah Tim Bubadipa Oleh Blueblacksky Tidak terasa bulan yang paling ditunggu umat Islam segera datang. Aku dan teman-temanku akan mengadakan sebuah acara kebaikan guna menyambut bulan suci Ramadhan. Namaku Saira, seorang mahasiswi. Aku, Mai, Selamat Berbuka Kak Roby! Oleh Mufidatul Husna Bulan ramadhan kali ini sama seperti sebelumnya, jauh dari keluarga memang sangat tidak menyenangkan, apalagi di saat mengingat momen dimana kami sedang berbuka dan sahur bersama. Aku Hanna umurku âHai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?â "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
100% found this document useful 4 votes8K views2 pagesDescriptioncontoh cerpen hari raya idul fitriOriginal TitleCERPEN HARI RAYA IDUL FITRICopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 4 votes8K views2 pagesCerpen Hari Raya Idul FitriOriginal TitleCERPEN HARI RAYA IDUL FITRIJump to Page You are on page 1of 2 You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Sobat Guru Penyemangat. Selamat Menyambut Waktu Raya Idul Fitri, ya. Betewe, Sobat mutakadim kronologi-jalan dan ke mana saja nih plong momentum cuti Idul Fitri? Apakah ke kebun fauna, taman bunga, alias malah santai belaka di kondominium? Nah, jadi bisa teko Sobat menuliskan kisahan pendek mengenai liburan selama Idul Fitri periode ini. Berikut sajikan sempurna cerita libur Waktu Raya Idul Fitri yang ki menenangkan amarah cak bagi anak SD. Cerita Liburan Hari Raya Idul Fitri ke Rumah Nini Assalamuâalaikum. Hai teman-teman. Perkenalkan nama saya âGuru Penyemangatâ. Pada kesempatan yang beruntung ini saya akan menceritakan pengalaman saya tentang perlop sekolah plong pejaka Periode Raya Idul Fitri. Lega awalnya, saya bersama batih melaksanakan Shalat Idul Fitri berjamaah di surau dekat rumah. Sesudah itu kami mengikuti kegiatan halal bihalal di bandarsah, serta singgah ke bilang rumah tetangga khususnya di intim wadah terlampau kami. Barulah jelang siang waktu, saya bersama tanggungan dan kakak bergegas pergi perlop ke rumah nenek. Sejatinya jarak tempuh ke kondominium nini tidak terlalu jauh, adalah sekitar 30 KM yang mana dapat ditempuh dalam waktu 45 menit â 1 jam pelawatan. Cuma karena suasananya semenjana Tahun Raya Idul Fitri, maka jalan bentar cukup dipadati maka dari itu umat Islam yang hijau belaka pulang berpunca langgar maupun mereka yang hijau hendak bepergian bakal bersilaturahmi. Saya bersama keluarga berangkat menggunakan sepeda motor. Kami berangkat pukul WIB berempat. Saya berbonceng dengan kakak, sedangkan ayah bersama ibu mengendarai suatu motor. Sebelum tiba, kami terlebih adv amat menyiapkan makan siang, cemilan, oleh-oleh, sampai baju silih. Ya, rencananya selain berkunjung ke rumah nenek, kami akan liburan di sana selama sejumlah hari. Setelah melakukan perjalanan dengan pit motor selama hampir satu jam, alhasil kami menginjak di kondominium nenek. Tahu-tahu kami memarkirkan roda induk bala, nenek mutakadim bersiap di depan ki lakukan menyapa. Sontak saja saya bersama keluarga serempak bersalaman dan mengucapkan harap maaf lahir dan batin. Penjelajahan sejauh satu jam di atas vespa memang terasa cukup melelahkan. Namun kami beruntung karena nenek sudah menyiapkan minuman berupa jus sitrus dingin. Saya pun bercerita banyak kepada nenek, terutama aktivitas kami selama bulan puasa Ramadan. Namun setelah Zuhur saya dan teteh simultan tidur siang karena merasa kelelahan. Menjelang burit, ayah dan ibu pun minta diri pulang ke rumah karena suka-suka kegiatan silaturahmi dan pekerjaan yang lain bisa ditinggal. Sedangkan aku dan mbak menginap di rumah nenek. Selama di kondominium nenek, saya pun diajak berlibur di sekitaran desa. Saya bersama kakak diajak nenek bagi mencari belut di sawah, memancing ikan di pinggir wai, setakat menunggu durian runtuh di kebun kepunyaan nenek. Liburan Idul Fitri tahun ini sungguh seru dan berkesan sekali untuk saya. Kesan nan paling seru dan banyol menurut saya ialah ketika kami duduk di dangau, kemudian ada bunyi durian jatuh. Setelah kami datangi dan cari-cari, ternyata bukan durian yang kami bisa melainkan biji kemaluan kelapa yang mutakadim kering. Meski begitu, beberapa masa kemudian kami loyal mendapatkan biji pelir durian matang nan amat ranum dan mak-nyus. Begitulah kisah saya selama liburan sekolah sreg pejaka Tahun Raya Idul Fitri waktu ini. Liburan ke flat nenek dan mengunjungi alam sekitar adalah salah suatu pilihan vakansi yang murah, menyehatkan, dan pula berkesan. Wassalamuâalaikum Warahmatullah Wabarakatuh. * Takdirnya cermin narasi perlop Hari Raya Idul Fitri di atas agak mirip dengan kisah Sobat Master Penyemangat, silakan ganti merek, dan tuliskan sasaran di mana tempat lalu keluarga maupun nama ajang nan menjadi sortiran kelepasan. Bisa Baca Contoh Cerpen Tentang Liburan di Rumah Saja Cerita Liburan Idul Fitri Bersama Keluarga ke Taman Bunga Vakansi Idul Fitri tahun ini pas tinggi, dan alhamdulillah endemi mutakadim relatif menghilang dari Indonesia. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang mengikutsertakan keramaian pun mendatangi tidak dibatasi lagi. Saya bersama keluarga pula bersyukur karena meskipun ldulfitri tahun ini bukan mudik, kami tetap dapat liburan ke destinasi pariwisata di wilayah sendiri. Sreg hari pertama sampai ketiga Idul Fitri, saya bersama keluarga belum melakukan kelepasan. Kami masih sibuk bersilaturahmi ke apartemen tetangga, teman-kebalikan, guru, serta sanak-saudara nan enggak bersisa jauh dari rumah. Nah, memasuki Musim Raya Idul Fitri yang keempat, saya lagi diajak oleh ayah dan ibu untuk mengunjungi ujana bunga. Sesudah mengaksesnya lewat instagram, ternyata taman rente tersebut cukup lengkap dan mempunyai spot foto yang bagus. Apalagi, selain spot foto ada pula kebun jeruk dan tipar stroberi mini di mana pengunjungnya boleh memetik, berfoto, dan membawa pulang panenannya koteng. Karena merasa terpesona, kami pun berangkat menghadap taman anak uang tersebut. Jaraknya dari rumah enggak terlalu jauh, yaitu sekitar 15 KM. Dengan demikian, jarak tempuhnya ialah sekitar 25-30 menit. Kami berangkat pukul WIB dan tiba di sana pukul WIB. Sengaja ayah saya memintal waktu sore karena cuaca siang hari sangatlah terik. Sesampainya di taman anak uang, kami langsung membeli karcis. Tidak lupa mbuk saya membelikan kami beberapa vas minuman segar. Memasuki yojana anak uang, saya lihat banyak sekali petandang yang datang. Di sana terhidang beraneka ragam keberagaman rente baik yang sedang mekar maupun ladang dengan biji kemaluan stroberi nan abang. Beragam jenis bunga ditanam dengan rapi di atas bedengan, dan akses jalannya pun berupa batako yang sudah lalu diwarnai. Dengan demikian, kami tidak diperbolehkan untuk memijak, atau justru menusuk anak uang hantam kromo. Adapun tiket cak bagi masuk ke yojana bunga ini cukup murah, adalah Sedangkan untuk meradak stroberi, kami harus membayar Cak agar terdengar duga mahal, namun dengan uang kami dapat ranggah stroberi hingga maksimal 2 kg sekaligus membawanya pulang secara percuma. Saya pun didampingi dengan kakak untuk balung stroberi. Karena kebetulan kami mengapalkan pot air mineral, sembari memetik stroberi saya kembali mencicipinya serempak di kebun tersebut. Rasanya manis dan sedikit asam. Setelah memetik stroberi, kami pun mengamalkan sesi foto di beberapa spot menyentak di yojana bunga, dan selingkung pemukul WIB, kami pula segera pulang ke flat.* *** Demikianlah tadi sajian ringkas Temperatur Penggelora tentang lengkap cerita sumir tentang liburan sejauh Hari Raya Idul Fitri yang seru dan meredakan. Semoga Lanjut Baca Contoh Cerita Pengalaman Liburan ke Medan Wisata yang Berkesan
Idulfitri untuk Ibu Cerpen Siswati Pukul 10 malam. Gerimis masih membasahi setiap jengkal tanah yang kupijak. Sementara, angin berhembus kian kencang menusuk hingga ke persendian tulangku. Kurapatkan mantel yang tengah kupakai. Perlahan aku mulai melakukan tugasku, mengunci pintu pagar. Tugas ini hanya kulakukan ketika aku pulang kampung, ketika jadwal sekolah libur. Malam ini, aku mengunci pintu pagar lebih cepat dari biasanya. âIbu tidak akan tahu,â pikirku. Cepat-cepat kuselesaikan pekerjaanku. Aku harus segera masuk sebelum ibu curiga dan âYah, selesai,â ucapku lega. Dengan tergesa, aku kembali ke rumah, tapi sesampai di pintu aku tertegun akan kehadiran sesosok tubuh yang sudah sangat kukenal. âBu, kenapa keluar? Nanti Ibu masuk angin!â ucapku cemas. Ibu cuma memandangku tajam dan perlahan beliau mengalihkan pandangan ke arah kunci pagar yang kupegang. Aku tersedak, segera aku sadar bahwa ibu telah memorgoki aksiku barusan. âMereka tidak akan pulang malam ini, Bu,â ucapku bergetar. Aku tahu, ibu tidak akan suka mendengar perkataanku barusan, tapi aku sudah tidak punya kata-kata lain. Bahkan, aku memang tidak pernah punya jawaban atas pandangan ibu barusan. Aku cuma diam, lalu berbalik masuk ke rumah. Kalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya. Aku sadar bahwa perbuatan itu pelan-pelan telah membunuh harapan ibu, harapan untuk berkumpul dengan anak-anaknya lagi. *** Pagi itu, aku bangun lebih awal dari biasanya. Ibu masih tertidur di ranjang. Azan subuh belum bergema, segera kuraih benda pipih persegi di sisi ranjangku. Kuputuskan untuk mencoba menulis pesan lewat chatt kepada keempat kakakku nun jauh di sana. Suatu hal yang telah lama tidak kulakukan. Pelan jemariku mulai mengetik kata demi kata, namun setiap aksara yang kutuliskan seakan hampa, tiada arti dan akhirnya aku menghapusnya. Aku tidak ingin seperti kakak-kakakku, melupakan ibu yang telah menuntun dan membimbing anak-anaknya untuk menjalani kehidupan ini, baik susah maupun senang. Pandanganku mengabur, mataku mulai basah, dadaku kian terasa sesak, seolah ada beban berton-ton yang menghimpit tubuhku. Ibu, maafkan aku, aku tak sanggup membawa kakak-kakakku untuk kembali ke rumah ini. Bahkan, ketika ayah menghembuskan napas terakhirnya, suara parau yang kita perdengarkan pada mereka hanya mampu menahan mereka tiga malam di rumah ini, tidak lebih dari itu. Aku hanya pasrah menerima kenyataan tanpa mampu berbuat apa-apa untuk menahan kepergian mereka. Tak sanggup rasanya aku membayangkan luka batinmu saat itu. Baru saja kehilangan seseorang yang amat kau cintai dan engkau harus melepas kepergian anak-anakmu yang entah kapan akan kembali pulang. Ibu⊠ah, tiga lebaran telah berlalu tanpa arti. Hanya kita yang merayakannya dengan beberapa aksara pada chat di WA grup keluarga yang mengabarkan bahwa kakak-kakakku tak bisa pulang. âAllahu AkbaarâŠ! Allahu AkbaaarâŠ!â Suara azan subuh menyadarkanku dari dari lamunan panjangku. Segera kuhapus sisa air mata dan merapikan wajahku sekenanya. Kudekati ranjang, membangunkan ibu yang kebetulan ketika aku di rumah tidur bersama di ranjangku. âEh, kamu sudah bangun, Ra?âsapa beliau. Kuraih tangannya. Bersama, kami ke belakang untuk berwudhu, lalu shalat berjamaah. Selesai salat, biasanya, ibu akan tenggelam dalam tilawah panjangnya, sementara aku mulai sibuk berbenah di dapur menyiapkan sarapan pagi. *** Benda pipih persegi itu segera kucabut dari charger. Aku akan menghubungi saudara laki-lakiku, Bang Rizal. Entah kenapa hatiku masih ragu, bayang-bayang pertengkaran kecil kami semalam terlintas lagi. âIbu tak mau tahu, pokoknya kamu harus telepon Rizal. Besok ulang tahunnya!â ujar ibu setengah berteriak kepadaku. âTapi BuâŠ! Buat apa? Paling Bang Rizal cuma bilang terima kasih, seperti tahun-tahun yang lalu. Rara capek Bu,â jawabku tak kalah sengit. âJangan kurang ajar, Ra! Biar bagaimana pun dia kakakmu, dia juga yang menyekolahkanmu hingga sekarang. Apa salahnya kita mengucapkan selamat ulang tahun padanya,â jawab ibu lagi, lebih melunak. âYa, Bang Rizal memang tak pernah lupa mengirimkan uang, tapi ia selalu lupa mengirimkan kasih sayang ke rumah ini!â Aku mulai terisak. âBang Rizal, Bang Ikhsan, Celok Mela, dan Uni Neti, mereka nggak lupa kasih uang, tapi mungkin lupa letak rumah ini,â lanjutku lebih keras lagi. Untuk beberapa saat, tercipta keheningan di antara kami. Ragu aku memandang wajah ibu. Beliau cuma diam, tapi lukisan wajahnya menyiratkan kepedihan yang amat dalam. Diam-diam aku mulai dihinggapi perasaan bersalah. Dengan serta merta, kuraih tangan ibu dan menciumnya sambil berkali-kali minta maaf. Ibu menangis. Beliau balas menciumku tanpa henti. âSudahlah Ra, tak usah minta maaf. Kamu tak salah apa-apa. Sudah nasib ibu begini, dilupakan anak-anaknya,â ujar dengan suara parau. Tangisku kian menderas, kata-kata ibu barusan benar-benar menusuk perasaanku. Aku sadar, luka hati ibu sudah terlalu dalam, tapi mengapa kasih sayangnya seolah tak pernah berhenti mengalir buat anak-anaknya. âRara nggak akan seperti itu, Bu⊠Rara sayang Ibu,â jawabku sungguh-sungguh. Ibu memandangku dan mulai menyeka air mataku. Beliau tersenyum. Sungguh sebuah senyuman yang amat mendamaikan hati. Ah, kakak-kakakku, kenapa kalian begitu bodoh hingga melupakan kedamaian ini. Akhirnya, setelah kutunaikan shalat Subuh, kuraih Oppo-ku. Hatiku berdegup kencang dan nyaris menghancurkan konsentrasiku. Dengan cepat, aku menekan 12 nomor yang sudah hafal diluar kepalaku. Nomor HP Bang Rizal. Aku harus menunggu cukup lama sebelum panggilanku dijawab. âAssalamualaikum, Bang,â sapaku. âWaalaikummussalam! Ini siapa ya?â balas Bang Rizal. âIni Rara Bang, dari kampung,â jawabku. âOaalah Rara. Abang kira siapa. Ada apa Ra?â tanyanya. âNggak ada apa-apa, Cuma mau bilang selamat ulang tahun buat Abang,â jawabku ringan. âOh,⊠makasih Ra, ndak disangka kamu selalu ingat ultah Abang, makasih ya!â balasnya lagi. âIbu yang selalu ingat, Bang. Beliau tidak pernah lupa ultah kita,â jawabku sambil menahan perih di hati. âBang, ngg⊠anu!â tanyaku ragu. âAda apa Ra? Apa Ibu butuh uang? Belum bisa sekarang Ra! Abang juga lagi susah. Kamu minta sama Bang Ikhsan saja ya, usahanya lagi bagus!â serobot Bang Rizal. âBukan itu!â seruku menahan sesak. âIbu tak butuh uang! Aku cuma mau tanya, apa Abang bisa pulang kampung?â sunggutku kesal. âPulang kampung? Ibu sakit ya?â âJâŠJaa.. jadi Abang baru mau pulang kalau Ibu sudah sakit? Iya Bang, Ibu sedang sakit!â ujarku setengah berteriak. Aku harus menumpahkan semua beban hatiku. Aku tak sanggup lagi melihat penderitaan ibu. âIbu tak apa-apa kan? Abang sedang sibuk Ra, mungkin setelah lebaran Abang bisa pulang,â jawabnya pelan. âTapi Abang sendiri yang menjanjikan pada Ibu ketika Ibu meminta Abang untuk pulang Idulfitri kemarin kalau Abang bisa pulang lebaran sekarang,â tuntutku. âHabis gimana lagi!â jawabnya enteng. Detik itu juga kepalaku rasanya mau pecah. Sia-sia sudah perjuanganku. Tubuhku terasa lemas tak berdaya, namun tiba-tiba satu perkataan lagi meluncur di seberang sana, yang semakin menghancurkan harapanku. âMungkin Bang Ikhsan dan Celok Mela juga belum bisa pulang, dan blaâŠblaâŠâ Ya Allah! Sekarang musnah sudah harapanku, bathinku. Dalam diam, kututup kembali telepon itu. Pertahananku runtuh. Aku menangis sejadi-jadinya. Apa yang harus kukatakan pada Ibu sekarang? *** Waktu terus berjalan begitu cepat, tapi ibu tak pernah berhenti berharap. Dan aku, aku sendiri tenggelam dalam perasaan bersalahku. Kerut-kerut di wajah ibu seolah menghakimi aku dan membuatku semakin tersiksa dalam ketidakberdayaan. Beberapa kali kucoba menulis surat atau menelepon mereka, tapi semua itu tak lebih berharga dari segudang kesibukan mereka. Seribu satu alasan telah kulontarkan pada mereka. Namun, sepuluh ribu alasan lagi yang mereka kembalikan padaku untuk menolak ajakanku untuk pulang. Sampai akhirnya, aku bosan untuk terus berharap dan memilih untuk diam. Tapi Ibu, oh⊠beliau tak pernah berhenti berharap, seolah ada sungai yang mengalir yang tak putus-putus di hatinya, yang terus mengaliri harapan-harapannya. âMaafkan aku Ibu,âbathinku. *** Hari ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, aku berkumpul lagi bersama keempat kakakku tanpa kurang seorang pun. Cuma bedanya, kami tidak berkumpul di rumah yang penuh harapan ibu, tapi kami tengah mengelilingi dua pusara yang saling berdampingan. âIbu, akhirnya harapan ibu terkabul. Hari ini kita bisa berkumpul bersama lagi, tepat di hari raya Idulfitri ini, Bu.â * Biodata Penulis Siswati kelahiran Nanggalo, 14 April 1981. Ia merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. Ia salah satu peserta Sekolah Menulis FLP Sumbar 2020 dan alumni Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Sekarang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Sejak tahun 2008 hingga sekarang, ia menjadi guru di Perguruan Islam Ar Risalah, Padang. Siswati telah menerbitkan tulisannya dalam buku berjudul Perjalanan Berkah Menuju Kaâbah Sebuah Memoar. Tema Universal dalam Karya Sastra dan Tantangan Menulis Cerita yang Tak Biasa Oleh Azwar Sutan Malaka Pembina FLP Sumatera Barat dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta Ragdi F Daye, dalam kata pengantar buku Kumpulan Cerpen Idul Fitri untuk Ibu 2020 menuliskan bahwa dalam cerpen-cerpen karya Forum Lingkar Pena FLP Sumatera Barat banyak menempatkan sosok ibu, baik secara harfiah maupun metaforisâkeluarga, tradisi, masa laluâmenjadi titik sentral kehidupan para tokoh anak. Shabrina Maulida 2019 dalam skripsinya berjudul âCitra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolahâ menyampaikan bahwa citra ibu dalam sebuah puisi karya sastra merupakan bayangan visual mengenai pribadi atau kesan mental seorang ibu yang diperoleh dari kata, frasa, atau kalimat yang ditulis dalam karya sastra tersebut. Lebih jauh Maulida 2019 menjelaskan bahwa munculnya citra ibu dalam imajinasi pembaca merupakan hasil dari usaha penulis dalam menyampaikan pandangannya. Pembaca dalam hal ini seakan dihadapkan langsung dengan sesuatu yang konkret mengenai ibu. Dengan demikian, penyajian citra dalam sebuah karya sastra tidak hanya untuk memberi gambaran yang jelas, tetapi juga dapat menarik perhatian, membangun suasana tertentu, hingga membantu dalam proses penafsiran dan penghayatan puisi. Dalam banyak karya kreatif pun, kisah tentang âIbuâ memang tak habis-habisnya dieksplorasi oleh insan kreatif. Baik di Sumatera Barat sendiri, Indonesia, bahkan karya-karya kreatif dunia. Di Indonesia beberapa karya sastra bertema Ibu diantaranya adalah Novel Dua Ibu karya Arswendo Atmowiloto yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 1981 dengan tebal 231 halaman. Motingo Busye menulis novel berjudul Rindu Ibu adalah Rinduku. Motinggo Busye merupakan sastrawan penting yang banyak menelurkan karya pada tahun 60-an. Rindu Ibu adalah Rinduku berkisah tentang seorang perempuan bernama Lisdayani, seorang istri dan ibu dari enam orang anak. Cerpen yang terbit di Kreatika minggu ini berjudul âIdul Fitri untuk Ibuâ karya Siswati. Cerpen ini bercerita tentang rindu seorang ibu terhadap anak-anaknya. Cerpen ini dibuka oleh penulisnya dengan dramatis di mana di tengah malam beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, seorang ibu keluar dari rumah untuk menunggu kehadiran anak-anaknya yang merantau. Cerita yang dramatis itu terlihat dari paragraf berikut ini âMereka tidak akan pulang malam ini, Bu,â ucapku bergetar. Aku tahu, ibu tidak akan suka mendengar perkataanku barusan, tapi aku sudah tidak punya kata-kata lain. Bahkan, aku memang tidak pernah punya jawaban atas pandangan ibu barusan. Aku cuma diam, lalu berbalik masuk ke rumah. Kalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya. Aku sadar bahwa perbuatan itu pelan-pelan telah membunuh harapan ibu, harapan untuk berkumpul dengan anak-anaknya lagi. Siswati, 2020. Penekanan penulis terlihat pada kalimat âKalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya.â Kisah ini menjadi bagian yang sering dieksplorasi penulis, kisah kerinduan seorang ibu pada anak-anaknya yang sudah hidup dengan kehidupan mereka masing-masing. Kisah rindu seorang ibu menjadi pilihan penulis untuk diceritakan baik dalam cerita pendek ataupun cerita-cerita yang panjang, adalah pilihan sadar bahwa tema tentang âIbuâ memang tema yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Dia tema abadi sepanjang masa, sama abadinya dengan kisah-kisah cinta orang tua pada anaknya. Ragdi F Daye 2020 melanjutkan bahwa kemelut relasi dan interaksi dengan keluarga mucul dalam âIdul Fitri untuk Ibu.â Berawal dari sejumlah perdebatan tentang anak-anak yang berkali-kali gagalâatau sengaja menolak?âmudik, hingga berujung pada âHari ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun aku berkumpul lagi bersama keempat kakakku, tanpa kurang seorang pun. Cuma bedanya, kami tidak berkumpul di rumah yang penuh harapan ibu, tapi kami tengah mengelilingi dua pusara yang saling berdampingan.â Kisah cerita yang tragis yang ditulis oleh Siswati 2020 dimana anak-anak hanya bisa berkumpul ketika ibunya sudah tiada menjadi pesan moral yang dibebankan pada cerita. Penulis ingin menyampaikan pada pembaca, selama masih memiliki orang tua, sesibuk apapun urusan dunia yang sedang dihadapi sempatkanlah untuk menyilau orang yang sangat berjasa dalam hidup setiap manusia itu. Walaupun ada cerita-cerita tentang kejamnya âIbuâ dalam beberapa karya sastra, namun tema tentang jasa para âIbuâ selalu mendominasi tema-tema cerita tentang ibu. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan tema yang universal ini selalu menarik untuk diceritakan saat ini dan untuk masa depan. Tantangan dari mengangkat tema yang universal ini adalah sulitnya mengeksplorasi cerita tentang âIbuâ ini. Ini tentu karena sudah banyaknya cerita-cerita tentang ibu yang rindu pada anak-anaknya. Hal ini jugalah yang menjadi kelemahan dalam cerita pendek berjudul âIdul Fitri untuk Ibuâ karya Siswati ini. Tema yang universal dan sudah sering berulang dalam beberapa karya sastra ini membuat cerpen ini sangat mudah untuk dibaca alur cerita dan endingnya. Satu paragraf membaca cerpen ini seolah sudah memberi gambaran pada pembaca bagaimana akhir cerpennya. Setelah membaca beberapa paragraf awal, pembaca bisa menebak akhir cerpen ini. Apakah akan mengarahkan pada cerita dengan happy ending akhir cerita bahagia atau cerita dengan sad ending akhir cerita sedih. Jika cerita akan berakhir bahagia, tentu sebelum lebaran datang, anak-anak yang dirindukan oleh tokoh ibu ini akan bisa pulang melihat sang ibu walaupun dengan berbagai tantangan yang dhadapi anak-anaknya. Sementara itu jika cerita ini akan berakhir sedih, yaâŠsudah dapat ditebak juga bahwa sang ibu akan merana menunggu anaknya yang tak datang-datang sampai hari lebaran tiba. Nah, Siswati teryata memilih cerpen âIdul Fitri untuk Ibuâ berakhir dengan sedih sad ending dimana ia âmembunuhâ tokoh Ibu dalam cerpennya sebelum anak-anaknya berkumpul melihatnya. Pilihan tema sedih ini tentu dapat dimaklumi karena pengarang ingin menekankan pesan moral bahwa jangan sampai terlambat menjumpai sosok ibu, apalagi terlambat berbakti pada ibu walau hanya dengan memenuhi keinginannya untuk berkumpul pada hari raya. Sebagai lulusan Sastra Indonesia, Siswati perlu ditantang untuk menulis cerita yang lebih menarik dengan mengangkat tema-tema yang tidak universal. Ada pilihan tema yang mungkin jarang dieksplorasi dalam karya-karya fiksi tentang banyak hal, seperti perjuangan guru yang berkebutuhan khusus, tentang cinta yang tak biasa antara anak manusia, tentang hubungan manusia dengan alam atau lingkungannya dan tentang banyak hal yang spesifik yang jarang dieksplorasi dalam cerita. Memang butuh keberanian untuk menghadirkan karya sastra yang bertema tidak biasa, akan tetapi untuk memperkaya khasanah sastra Indonesia, kita membutuhkan karya-karya yang tidak biasa itu. Semoga saja Siswati dan juga pengarang-pengarang lainnya di Forum Lingkar Pena FLP khususnya dan di Indonesia pada umumnya mampu menjawab tantangan ini âMenulis karya sastra dengan tema yang tak biasaâ. * Catatan Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra cerpen dan puisi. Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar
cerpen tentang idul fitri